Seperti halnya perjudian segala sesuatu harus rela dikorbankan untuk kali ini berjuang mempertaruhkan nyawa,ya inilah fenomena yang terjadi di kawasan UBPE pongkor demi uang apapun akan dilakukan.banyaknya angka pengangguran mengakibatkan banyak orang yang nekat menjadi PETI untuk harapan ,penuh asa dan mimpi digunung pongkor .
Menyusuri Jejak Gurandil di Tambang Emas Pongkor
20 April 2004 - Awal
Maret , nama Pongkor kembali mengejutkan publik karena tragedi
yang merenggut sejumlah nyawa manusia. Mereka yang mati cukup
mengenaskan itu disebut-sebut sebagai penambang tanpa izin (peti), yang
populer dengan julukan gurandil. Musibah tak cuma melanda peti, tapi
juga beberapa karyawan penambangan yang resmi. Walhasil, 13 gurandil
dan 1 karyawan tewas dalam terowongan penambangan emas Pongkor.
Di
Gunung Pongkor memang berdiri sebuah penambangan emas resmi bernama
Unit Bisnis Penambangan Emas (UBPE) Pongkor, milik BUMN PT Aneka
Tambang Tbk (Antam). Oleh masyarakat sekitar, UBPE Pongkor lebih sering
disebut Tambang Emas Pongkor (TEP). TEP ini bersebelahan dengan Taman
Nasional Gunung Halimun yang hijau dan rimbun, tepatnya di Sorongan,
Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, 54 kilimeter dari kota Bogor.
Namun, ketika memasuki wilayah Bantarkaret, jangan harap Anda bisa
menemukan angkutan umum atau angkutan desa. Yang ada hanyalah
tukang-tukang ojek.
TEP
memiliki 3 urat kuarsa yang mengandung emas dan perak, yaitu urat
Ciguha, urat Kubang Kicau, dan urat Ciurug. Untuk mendapatkan emas dari
urat-urat ini, Antam membangun terowongan utama berdiameter 3,3 meter
setinggi 3 meter. Jika terus diikuti, terowongan ini akan tembus ke
Gunung Pongkor yang jauhnya sekitar 4 kilometer. Pintu dari portal
beton adalah satu-satunya tempat keluar masuk karyawan TEP.
Dalam
terowongan ini, terdapat 4 lubang besar sebagai ventilasi.Dengan
ventilasi semacam ini, orang bisa tahan tinggal selama dua hari dalam
terowongan tanpa harus kehabisan udara bersih,
Tambang
emas Pongkor (TEP) merupakan salah satu dari 6 unit bisnis milik
Antam, yang dieksploitasi sejak 1974. Sejak restrukturisasi tahun 2000,
yang mengalihkan fungsi tambang emas ini dari cost center menjadi
profit center, TEP kini menjadi Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor
(UBPE) Pongkor.
Keberadaan
TEP dimulai dengan dilakukannya eksplorasi logam dasar (Pb dan Zn) di
bagian utara Gunung Pongkor oleh geolog Antam mulai 1974 hingga 1981.
Eksplorasi ini menemukan endapan urat kuarsa (quart vein) berkadar 4-gpt
emas dan 126-gpt perak. Karena waktu itu Antam tengah fokus pada
eksplorasi Cikotok, antara 1983- 1988 eksplorasi dihentikan sejenak.
Barulah tahun 1988 hingga 1991 eksplorasi Pongkor dilanjutkan secara
sistematis. Akhirnya, studi kelayakan pun dibuat dan Antam mengantongi
Kuasa Pertambangan Ekploitasi seluas 4.058 hektare tahun 1991. Tahun
1992,
Pabrik
pertama dengan kapasitas 2,5 ton emas/tahun berhasil dibangun pada
tahun 1993, secara bersamaan Tailing Dam pun bisa direalisasikan.
Pengembangan tambang terus dilakukan dan tahun 1997 dibukalah pabrik
tambang baru di Ciurug berkapasitas produksi 5 ton emas/tahun. Pabrik
ini resmi beroperasi tahun 2000. Dengan dua pabrik tambang inilah,
terhitung 1 Agustus 2000, Antam memiliki wilayah penambangan di Pongkor
seluas 6.047 hektare.
Mendulang
emas tidaklah gampang, dibutuhkan keahlian dan kesabaran. Dari batu
digerus menjadi lumpur kemudian diolah menjadi emas mentah. Dari
lumpur emas seberat 4,5 ton, akan didapatkan 45 gram emas berkadar 10
karat,. Sebab itulah, target produksi emas per bulan hanya 350
kilogram.
TEP
memiliki 1.526 karyawan yang bekerja dibagi menjadi 3 shift. Dalam
satu hari, mereka hanya bisa ditambang 1.200 ton lumpur emas.
TEP
adalah tambang bawah tanah alias, sehingga penambangan emasnya harus
melalui serangkaian proses pemboran, peledakan, pengerukan,
pengangkutan, dan penimbunan kembali. sangat berbeda dengan yang
dilakukan para gurandil, yang hanya mencari urat emasnya saja. Kami
ingin menghindari kerusakan lingkungan,
Di
Pongkor, bijih emas mentah diolah menjadi logam campuran emas 6 - 17%
dan perak 82 - 92%, serta kotoran maksimum 4%. Campuran ini akan
dimurnikan di Unit Bisnis Pemurnian Logam Mulia di Jakarta.
Meski prosesnya panjang, tak membuat TEP mangkir dari standardisasi baku
penambangan. Terbukti pada tahun 2000 TEP berhasil menyabet ISO 9002
yang berkaitan dengan manajemen mutu. Dengan dibangunnya Tunnel di level
600 - 700 dpl urat Ciurug pada tahun 2001, TEP meraih ISO 14000 dan
ISO 14001 yang berkaitan dengan sistem manajemen lingkungan. â€Å“Jadi,
TEP tak mungkin dapat ISO kalau manajemen lingkungannya tidak bagus,
TEP yang dibangun
dengan investasi Rp 100 miliar memberikan kontribusi sekitar 25-30%
bagi pendapatan perseroan. Kontribusi dari emas tidaklah sebesar
kontribusi nikel yang mencapai 65%. Setiap tahun kontribusi emas
relatif stabil. Namun, kontribusi ini sempat menurun jadi
11% kala peti merajalela tahun 1998. Peti telah merusak dan membakar
aset perusahaan. Tapi tahun berikutnya, kontribusi emas naik kembali
bahkan sempat melonjak hingga 41%. Untuk tahun 2004, berharap
kontribusi emas Pongkor masih tetap pada kisaran 25 - 30%.
TEP
memiliki cadangan geologi sekitar 6 juta ton bijih emas dengan kadar
emas rata-rata 17,14 gram per ton dan kadar perak 154,28 gram per ton.
Cadangan emas ini bisa dipertahankan hingga 12 atau 14 tahun lagi.
Peti
Pada awal-awal penambangan, sekitar 1994, tak ada satupun Peti yang beroperasi di Pongkor, beda dengan tambang Kalimantan
yang selalu penuh Peti. Fenomena Peti marak tahun 1998 akibat faktor
daya tarik harga emas yang mencapai angka Rp 100.000 per gram, di
samping karena krisis ekonomi dan pengangguran yang melonjak.
Diperkirakan ada sekitar 3.000 hingga 8.000 gurandil yang beroperasi di
Pongkor. Sekitar 70% dari jumlah ini adalah pendatang dari Cikotok,
Salopa, Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, Rangkasbitung, Bengkulu,
Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur, sementara hanya 30% saja yang
berasal dari Desa Bantar Karet dan Desa Cisarua.
Sebanyak 13 gurandil tewas dalam musibah Pongkor Maret lalu mati karena terjebak asap dalam terowongan di level IV. Para
gurandil menuding bahwa TEP-lah yang menimbulkan asap tersebut untuk
mengusir mereka.
para gurandil dalam
melakukan aksinya biasanya menginap selama 1 minggu dan hanya
menggunakan penerangan lilin. Khusus untuk level IV (lokasi tragedi),
memang banyak digunakan kayu-kayu sebagai fasilitas, Ketika menginap, para gurandil
tersebut membawa bekal logistik, mulai dari beras, mie, garam, ikan
asin, dan juga peralatan memasak.
Yang
jelas,
segala peraturan penambangan
harus dipatuhi. Mulai dari tanda tangan kartu asuransi, memakai sepatu
bot, berbaju warmpack, hingga berhelm yang bertengger senter di
atasnya. Tidak lupa, masker pun harus dikenakan. Bukan untuk
apa-apa, hanya untuk menghindari bau yang tak sedap,
Satu lagi, tidak diperbolehkan membawa benda-benda yang bisa
menimbulkan api, semacam korek, karena efeknya bisa fatal.
Untuk
menuju lobi terowongan utama dengan menggunakan lori, dibutuhkan waktu
sekitar 15 menit. Jika berjalan kaki mungkin butuh waktu berjam-jam.
Terowongan utama ini memiliki 4 pintu ventilasi yang dihubungkan
langsung dengan udara luar dan langsung dihubungkan dengan pipa dan
blower yang harus dipompa terlebih dahulu untuk mendapatkan udara
bersih. Sampai di lobi, mau tak mau kereta lori berhenti, perjalanan
pun harus dilanjutkan dengan berjalan kaki. Jalanan di sepanjang
terowongan ini tidak rata, penuh air, dan licin.
batu-batu kuarsa yang diduga
mengandung emas, lumpur emas yang ada di bak lori, dan sampah emas guna
menutup kembali area yang telah di bor. Jadi, proses mendulang emas
itu seperti sebuah siklus, terus berputar, sampah emas dikembalikan
lagi ke tempatnya, Seperti itulah standar penambangan
bawah tanah.
Deden Rojudin,Ciurug,Gunung pongkor,Kabupaten Bogor